Pembuktian Kasus Gratifikasi

KPK berpendapat, dari semua perbuatan korupsi, gratifikasi merupakan perbuatan korupsi yang sulit dibuktikan. Hal ini yang menyebabkan KPK melakukan penyadapan telepon supaya bisa menangkap basah ketika terjadi peristiwa serah-terima gratifikasi.

Apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan gratifikasi itu, kok ada yang haram dan ada yang halal? Ada gratifikasi yang apabila diterima menyebabkan pemberi dan penerimanya dituduh melakukan korupsi, sehingga pemberi maupun penerimanya diperkarakan. Sebaliknya, ada gratifikasi yang diberikan secara terang-terangan, namun pemberi dan penerimanya aman-aman saja. Dari mana asal kata gratifikasi? Mengapa istilah tersebut dapat masuk dalam kosakata bahasa Indonesia dan dipergunakan sebagai suatu istilah dalam perundang-undangan Indonesia?

Dalam KBBI, gratifikasi diartikan sebagai, uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, maka istilah yang dipergunakan adalah bonus, yang dipergunakan dalam hubungannya dengan para pekerja, atau devidend, yang dipergunakan dalam hubungannya dengan para pemegang saham.

Di Indonesia, istilah-istilah dalam Ilmu Hukum banyak yang berasal dari Belanda. Dalam bahasa Belanda ditemukan istilah gratificatie yang di-Indonesia-kan menjadi gratifikasi, dan artinya pembasuh tangan. Dalam bahasa Inggris ditemukan istilah gratification yang artinya the state of feeling pleasure when something goes well for you or when your desires are satisfied. Dalam Black’s Law Dictionary digunakan istilah gratification yang diartikan sebagai a voluntarily given reward or recompense for a service or benefit.

UU Tipikor
UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Pasal 12 B ayat (1) menyebutkan, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dalam penjelasan UU tersebut gratifikasi diartikan sebagai, pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi menurut rumusan Pasal 12 di atas yang digolongkan sebagai perbuatan korupsi harus memenuhi empat unsur yaitu, pegawai negeri atau penyelenggara negara; menerima gratifikasi; yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya; penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.

Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi yang dilarang, antara lain adalah, pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih kepada pejabat karena telah dibantu; hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya; pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma; pemberian fasilitas pemeriksaan kesehatan secara gratis kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya karena ada kepentingan; pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan; pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri; pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja; pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.

Contoh di atas menunjukkan bahwa pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan para pejabat/pegawai negeri dengan si pemberi.

Di atas telah disebutkan bahwa ada 4 unsur yang harus dipenuhi supaya gratifikasi memenuhi syarat untuk disebut perbuatan korupsi. Jiwa dari gratifikasi yang diklasifikasikan sebagai perbuatan korupsi adalah unsur, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Ada dua hal yang terkandung dalam unsur ini yaitu, mengeluarkan putusan berdasarkan jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya, dan, putusan tersebut menguntungkan pihak pemberi gratifikasi.

Pembuktian tentang adanya tindak pidana gratifikasi berarti harus membuktikan bahwa ada putusan berdasarkan jabatan yang bertentangan dengan kewajiban dan tugas si pejabat, dan bahwa ada pihak pemberi gratifikasi yang diuntungkan, serta ada sebab akibat dari kedua hal tersebut. Pembuktian ini seringkali sulit dilakukan karena penerima gratifikasi akan menyangkal habis-habisan.

Gratifikator
Pelaku gratifikasi atau gratifikator, dalam ilmu hukum pidana dipisahkan menjadi dua yaitu, gratifikator aktif dan gratifikator pasif. Gratifikator aktif adalah orang yang memberikan gratifikasi, sedang gratifikator pasif adal;ah orang yang menerima gratifikasi. Kedua jenis gratifikator tersebut dapat dijerat dengan Pasal 12 B UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001.

Pasal 12 B di atas juga menentukan bahwa sistem pembuktian dalam perkara gratifikasi dibagi menjadi dua. Gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, maka gratifikator pasif harus membuktikan bahwa gratifikasi itu bukan suap. Gratifikasi yang nilainya kurang dari Rp 10 juta, maka jaksa penuntut umum yang harus membuktikan bahwa gratifikasi itu adalah suap.

Sistem pembuktian semacam ini dikenal sebagai sistem pembuktian terbalik yang terbatas. Misalnya, dalam perkara dugaan bahwa Musyafak Rouf, Ketua DPRD Kota Surabaya, sebagai gratifikator pasif dan Sukanto Hadi, Sekkota Surabaya, sebagai gratifikator aktif uang Rp 720 juta, karena nilainya lebih dari Rp 10 juta maka gratifikator harus membuktikan bahwa gratifikasi (uang Rp 720 juta) itu bukan suap.

Pasal 12 C menentukan bahwa, apabila gratifikator pasif sebelum jangka waktu 30 hari kerja melaporkan tentang gratifikasi yang diterimanya tersebut ke KPK, maka ketentuan dalam Pasal 12 B tidak berlaku bagi dia. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak KPK menerima laporan tentang gratifikasi, maka KPK wajib menetapkan apakah gratifikasi itu dapat menjadi milik si penerima atau menjadi milik negara. Tata cara penyampaian laporan dan penentuan status gratifikasi diatur lebih lanjut dalam UU No.30/2002 tentang KPK.

Sebagai penutup dari tulisan ini dapat disampaikan kesimpulan dan saran sebagai berikut. Gratifikasi ada yang halal dan ada yang haram. Gratifikasi haram pembuktiannya cukup sulit sehingga para petugas selalu berusaha untuk menangkap basah. Upaya menangkap basah seringkali harus menggunakan teknik penyadapan telepon yang sering tidak berkenan di hati banyak orang. Apabila dikehendaki suatu masyarakat yang sehat dan sejahtera bagi seluruh warganya, maka korupsi harus dibasmi sampai ke akar-akarnya.

*Jusup Jacobus Setyabudhi, adalah Dosen Fakultas Hukum UPH Surabaya

Sumber : Surabaya Pagi

Kasus P2SEM, Lima JPU Siap Sidangkan Pudjiarto Kejaksaan Agung Buka Lowongan 1.383 Pegawai

No comments yet

Leave a Reply





XHTML: You can use these tags: